KASUS-kasus korupsi, premanisme, narkoba, prostitusi hingga kasus bunuh diri karena tekanan ekonomi semakin banyak menghiasi media akhir-akhir ini. Yang cukup santer adalah soal kasus korupsi pajak yang diibaratkan bagai pagar makan tanaman. Kepuasan di atas uang miliaran rupiah bagai minum air garam yang takkan pernah terpuaskan. Begitulah cara kerja setan, membujuk manusia dengan kepuasan materi duniawi yang fana, kelak sirna ditelan bumi...hangus dibakar api di neraka diri...
Tidak cukup hanya mengelus dada, berucap mempriharinkan atau tersungkur menangis meratapi fenomena sosial yang semakin tidak manusiawi ini. Apa atau siapa yang diharapkan untuk membenahi semua ini? Pemerintah? Pemimpin oposisi, LSM, tokoh pemuda independen? Atau "Imam Mahdi" sekalian?
Mengharap perubahan besar dengan bersandar pada orang lain adalah mimpi pada pemimpi(n) yang belum tentu terjamin karakter kepemimpinannya. Lantas? Kembali saja kepada hakikat diri sendiri. Apakah dengan berperilaku egoistis? Jauh panggang dari api... belajarlah tasawuf untuk mengenal hakikat diri sendiri. Terlalu banyak teori jika akan dipaparkan di blog yang sangat terbatas ini. Hanya ada dua pilar utama yang ingin disampaikan selain ibadah wajib yang harus dilakukan adalah:
1. Puasa dengan sebenar-benarnya menghayati rosone poso... (mohon baca artikel soal puasa)
2. Sholat malam berlanjut memutar tasbih, zikir dan berlinang air mata serta tersungkur sujud.
Pribadi-pribadi yang berupaya menyuci diri berbasuh siraman rohani, kelak akan bertemu dengan pribadi yang berkarakter sama yakni menghendaki kesejatian. Di mana tempat berkumpulnya para pribadi nan bersuci diri ini? Di MASJID....(pahami pula makna "masjid hati" sebagai tempat sujud semua diri), maka optimalkan masjid dengan kesejatian yang tulus sebagai rahmatan lil 'alamiin sebagaimana paparan konsep yang ada di blog ini
======================================================================