Minggu, 15 Januari 2012

Bid'ah, Sesat, Murtad, Kafir!!!

MEMBACA judulnya saja sudah membuat hati ini menjadi gamang. Bid'ah adalah sesuatu kegiatan atau kondisi yang tidak pernah dilakukan oleh nabi dan para sahabat di zamannya. Sesat adalah asumsi sementara golongan yang merasa benar dengan menyalahkan golongan lain (baik dari sesama agama apalagi agama lain) yang dinilainya menyimpang dari ajaran Tuhan. Murtad adalah keluarnya seseorang dari agama tertentu (meskipun istilah murtad berasal dari agama tertentu pula). Kafir adalah ingkar, sejatinya mengingkari kebenaran. Masalahnya adalah sejauh mana pemahaman seseorang terhadap kajian akan hakikat "kebenaran" itu sendiri....

Pada suatu ceramah, dengan tegas seorang penceramah sangat membenarkan agamanya sendiri dan menyalahkan agama yang lain (bahkan "aliran" lain di dalam agamanya sendiri). Penceramah tadi mengutip ayat yang tidak "diterjemahkan" semuanya. Konon ketika ada kalimat tauhid yang diterjemahkan oleh seorang intelektual agamis-religis sebagai "Tiada tuhan selain Tuhan," maka ramailah sebagian kalangan tertentu...

Jika ada ayat "Hai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan, menjadikanmu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya, orang yang paling mulia di antaramu di sisi Allah adalah orang yang paling ber-taqwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Mengenal" (QS. 49:13); jika makna atau substansi hakikat dari "taqwa" dan "Allah" dijabarkan lebih detail dari kajian buku "Bacalah..." halaman 47 dan halaman 471, disertai totalitas pemahaman dan penghayatan, maka tiadalah perdebatan itu.

Pernah pula ada beberapa pemuda yang ingin berdiskusi atau bahkan berdebat dengan tokoh agama, ditanyakan sudah berapa kitab yang kalian kuasai? Kalau belum ya belajar dulu saja... Padahal esensi ajaran agama adalah tiada perdebatan. Sementara ada seseorang guru spiritual berfatwa bahwa apa yang diterima seorang murid dari gurunya adalah "katanya kata" selama ia sendiri tidak melakukannya (laku, suluk) serta tidak merasakan frekuensi ketuhanan secara pribadi. Tuhan pun juga berfirman akan mencoba-Nya sendiri dengan kesenangan, kesedihan, keharusan berkorban, membelanjakan harta yang dicintai, mengalami dicaci, dibenci, difitnah, hingga godaan hawa nafsu yang bersifat sangat halus dan lain-lain.

"Ya Allah, Pencipta langit dan bumi, yang mengetahui barang ghoib dan yang nyata, Engkaulah yang memutuskan di antara hamba-hamba-Mu tentang apa yang selalu mereka memperselisihkannya 46)". (QS. 39:46)

Pada kesempatan lain, ada masukan serta kritikan terhadap acara doa bersama yang dinilainya seperti mencampur makanan enak menjadi satu sehingga menjadi bukan makanan lagi yang layak dimakan, bahkan bisa menimbulkan penyakit. Apakah analogi ini sudah tepat? Masukan saya untuk doa bersama pun seharusnya ditindak-lanjuti dengan perbuatan nyata demi kemaslahatan rahmatan 'lil alamin hingga doa kebaikan bersama semoga semua mahluk berbahagia.

Sikap "tidak membenarkan bahwa semua agama itu benar" bukan berarti "menyalahkan agama lain dan membenarkan agama sendiri." Sudah jelas ayat suci yang menjelaskannya. Jika dibahas terperinci tidak cukup waktu untuk menyelesaikan dan memuaskannya selain sikap rendah diri dan berlapang dada, kembali khusyu' ke ajaran agamanya masing-masing.

“Hai orang-orang beriman jangan suatu kaum mengolokkan kaum lain, boleh jadi mereka (yang diolokkan itu) lebih baik daripada mereka (yang mengolokkan)… dan jangan kamu mencela dirimu dan jangan kamu panggil gelar-gelar buruk… Hai orang-orang beriman, jauhilah prasangka, karena sebagian prasangka itu dosa dan jangan mencari-cari kesalahan orang lain dan jangan sebagian kamu menggunjing yang lain...” (QS. 49:11-12). Sangat jelas kelembutan dan ketegasan ayat ini. Indah sekali...

FAST-3i Community ini sama sekali tidak mencampur-adukkan agama. Melalui konsep gerakan "Seribu Masjid, Satu Jumlah" (demikian juga dengan tempat ibadah agama lain) adalah untuk membangun komunitas tersebut sebagai upaya logis, praktis, realistis dan taktis untuk mewujudkan peradaban baru yang lebih baik, manusiawi, damai sejati bertopang pada religiusitas agama. Di sini melihat sisi kesamaan ajaran kebaikan, keadilan, kejujuran serta keikhlasan/ketulusan yang bermuara pada rahmatan lil 'alamin hingga doa dan perbuatan kebaikan untuk semua. Prioritas masalah yang harus diselesaikan seperti tertulis di artikel Esensi Da'wah (untuk Semua Agama) tanggal 9 Januari 2012.

Turunan pertama konsep buku religi "Bacalah dengan Nama Tuhanmu yang Menciptakan" adalah konsep buku profesi "Pembangunan Infrastruktur berbasis Data, Peta GPS/GIS/IT dan Prioritas Penanganan". Banyak pesan moral dan simbol multidimensi yang tersirat dari substansi kedua buku ini. Dari konsep buku religi langsung aplikasi pada bagaimana pola pembangunan infrastruktur sebagai urat nadi perekonomian bangsa yang bisa segera menyejahterakan umat dan masyarakat pada umumnya...
========================================================================

Tidak ada komentar:

Posting Komentar