Sangat erat sekali hubungannya antara da'wah dan hak azasi manusia (HAM). Di dalam suatu kegiatan da'wah yang terkait dengan penciptaan manusia, seorang da'i yang pintar dan benar pasti akan mengaitkannya dengan HAM. Secara filosofi, antara hak dan kewajiban tidak ada yang saling mendahului. Hak dan kewajiban seseorang harus tampil secara bersamaan, sehingga tidak terjadi selisih substansi.
Seorang manusia dilahirkan dengan hak dasar yang sama dari Tuhan, mulai dari bahan nutfah (air mani, sperma dan ovum) hingga jiwa yang diilhami oleh Tuhan dua jalan, yakni pada QS. 91:7-10, “Dan jiwa serta penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan pada jiwa kefasikan dan ketaqwaan. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”
Ketika hak dasar janin manusia telah diberikan oleh Tuhan - berhubung ia masih belum dewasa dan di rahim seorang ibu - maka secara bersamaan hak dasar janin itu diiringi dengan kewajiban ibu (dan ayahnya) sebagai orang tuanya yang sudah dewasa untuk melindunginya. Di dalam keadaan tertentu, misalnya kondisi ekonomi orang tua yang sangat miskin sekali, maka turunlah kewajiban bagi pemerintah untuk memberikan subsidi. Inilah jalinan hak-kewajiban yang harus beringinan bersamaan antara seorang pribadi dengan sosial manusia lainnya.
Seorang da'i (hanya istilah dalam bahasa Arab) adalah sekaligus seorang penggiat HAM (seharusnya). Kriteria seorang da'i atau penggiat HAM, tentulah harus cerdas, arif dan bijak dalam segala hal - seperti parameter yang mendasari blog ini (FAST-3i), sekaligus merasakan suka dan duka, hambatan dan rintangan di dalam "memperjuangkan" kebebasan manusia dari belenggu dunia - termasuk hawa nafsu dirinya sendiri!
10 Kebebasan Dasar Manusia
Seorang da'i (hanya istilah dalam bahasa Arab) adalah sekaligus seorang penggiat HAM (seharusnya). Kriteria seorang da'i atau penggiat HAM, tentulah harus cerdas, arif dan bijak dalam segala hal - seperti parameter yang mendasari blog ini (FAST-3i), sekaligus merasakan suka dan duka, hambatan dan rintangan di dalam "memperjuangkan" kebebasan manusia dari belenggu dunia - termasuk hawa nafsu dirinya sendiri!
10 Kebebasan Dasar Manusia
Menurut UU no. 39 tahun 1999 tentang HAM memerinci 10 kebebasan dasar manusia, yaitu:
1. Hak untuk Hidup
2. Hak Berkeluarga dan Melanjutkan Kehidupan
3. Hak Mengembangkan Diri
4. Hak Memperoleh Keadilan
5. Hak Atas Kebebasan Pribadi
6. Hak Atas Rasa Aman
7. Hak Atas Kesejahteraan
8. Hak Turut Serta Dalam Pemerintahan
9. Hak Wanita
10. Hak Anak
Secara agama - pendalaman tasawuf - sebetulnya kata kunci 10 kebebasan dasar manusia seperti tersebut di atas hanyalah pada item #4, yakni "adil". Dengan mengelaborasi kata "adil", maka didapatlah 9 kebebasan dasar manusia yang lain seperti tertera pada UU no 39 tahun 1999 tersebut.
Demikian pula analog koreksi terhadap tembang "tombo ati" yang lima perkara itu. Secara agama - pendalaman tasawuf - "tombo ati" itu sebenarnya hanya ada satu, yaitu "zikir" - atau istilah Jawa "eling lan waspodo". Jika kata kunci ini dieloborasi akan menurunkan kriteria sangat banyak...
Apa kaitannya? Bangsa Indonesia selama ini sering sembrono membentuk banyak kementerian / kabinet, badan / lembaga non departemental - termasuk komisi, jumlah PNS (jauh lebih kuantitas dari kualitas) dan lain-lain yang seharusnya bisa lebih ramping dan sederhana. Sifat 'boros' ini sangat tidak disukai Tuhan - karena menghambur-hamburkan anggaran yang seharusnya bisa dimanfaatkan lebih tepat ke bidang lain yang jauh lebih membutuhkan (terutama yang terkait dengan kesejahteran rakyat). Misalnya, komisi yang seharusnya HANYA ada satu komisi besar bernama KOMNAS HAM seharusnya sudah termasuk di dalamnya KPAI, Komnas HAM Perempuan hingga KKR (yang entah mengapa dibatalkan di tengah proses seleksi); jadi mereka tidak sendiri-sendiri...
Apa kaitannya? Bangsa Indonesia selama ini sering sembrono membentuk banyak kementerian / kabinet, badan / lembaga non departemental - termasuk komisi, jumlah PNS (jauh lebih kuantitas dari kualitas) dan lain-lain yang seharusnya bisa lebih ramping dan sederhana. Sifat 'boros' ini sangat tidak disukai Tuhan - karena menghambur-hamburkan anggaran yang seharusnya bisa dimanfaatkan lebih tepat ke bidang lain yang jauh lebih membutuhkan (terutama yang terkait dengan kesejahteran rakyat). Misalnya, komisi yang seharusnya HANYA ada satu komisi besar bernama KOMNAS HAM seharusnya sudah termasuk di dalamnya KPAI, Komnas HAM Perempuan hingga KKR (yang entah mengapa dibatalkan di tengah proses seleksi); jadi mereka tidak sendiri-sendiri...
Spesifikasi HAM
Selama ini isu HAM yang mengemuka masih bersifat umum, terutama kesewenang-wenangan satu pihak terhadap pihak lain yang teraniaya. Beberapa yang bersifat khusus atau spesifikasi HAM, yang ingin saya bertanya adalah "Apakah ada jalur pengaduan menyangkut hal-hal berikut ini - termasuk tata-cara pendampingan Komnas HAM sejauh mana?":
1. Hak Dasar Buruh/Pekerja/Pegawai/Karyawan (termasuk PNS),
2. Hak Dasar Pengusaha,
3. Hak Dasar Profesional/Intelektual (spt hak cipta - termasuk PNS Pejabat Fungsional),
4. dan lain-lain...
Karena saya sendiri mengalami betapa sulit berkembang (inovatif, kreatif) dan menyampaikan "kebenaran dasar" di lingkungan birokrasi dalam rangka memajukan negeri ini. Niat baik Reformasi Birokrasi (RB) dengan paket peraturan di MenPAN&RB, yang telah dicanangkan oleh Pemerintah - namun "jalan di tempat" di beberapa tempat - bagaimana pengawasan dan penerapan sangsinya (reward and punishment)? RB yang ada kini terkesan masih wacana dan lebih menekankan pemenuhan syarat administrasi (seperti penggunaan finger print absen) ketimbang pemberdayaan SDM secara intens serta penerapan tools untuk mempercepat tujuan RB itu sendiri...
Bagaimana remunerasi bisa diterapkan - tanpa mengurangi hak dasar profesional, jika tidak ada keseriusan merubah pola pikir dan pemberdayaan SDM? Di manakah peran Komnas HAM (dan KPK mungkin, serta KPI untuk transparansi informasi) mengawal hal ini (RB)?
Seleksi Komisioner Komnas HAM:
Substantif atau Administratif?
Pada umumnya bangsa ini sering terpaku pada formalitas birokratis dan administratis - juga angka-angka statistik untuk indikator kemajuan pembangunan, tanpa melihat detil kejadian yang ada di lapangan. Sedangkan yang lebih substantif justru lebih di-nomor-sekian-kan...
Pada umumnya bangsa ini sering terpaku pada formalitas birokratis dan administratis - juga angka-angka statistik untuk indikator kemajuan pembangunan, tanpa melihat detil kejadian yang ada di lapangan. Sedangkan yang lebih substantif justru lebih di-nomor-sekian-kan...
Dalam suatu proses rekruitmen di hampir semua kegiatan hingga fit and proper test pejabat kementerian/lembaga, banyak persyaratan awal harus dipenuhi - yang sesungguhnya belum tentu mencerminkan kompetensi seseorang jika akan mengikuti suatu proses seleksi. Misalnya ijazah, surat keterangan sehat dari dokter pemerintah, surat keterangan kelakuan baik dari polsek/polres setempat (yang ini masih bayar 15-20 ribu...) dan seterusnya. Padahal semua syarat administratif itu bisa dibeli - seperti banyak kasus ijazah palsu dari oknum bupati/walikota hingga anggota DPR/D (?). Misalnya kasus travel check Miranda Gultom / Nunun Nur Baiti yang "membeli" anggota DPR. Masih banyak kasus-kasus terkait HAM (termasuk korupsi yang melecehkan HAM Rakyat) yang sangat mengusik rasa ketidak-adilan masyarakat. Akibatnya, seperti inilah kondisi mengenaskan bangsa yang konon pernah berjaya pada masa Mojopahit.
Pada proses seleksi komisioner Komnas HAM 2012-2017, syukurlah ada sedikit kemajuan perihal syarat administrasi di awal proses yang tidak mewajibkan surat keterangan sehat dari dokter maupun surat keterangan kelakuan baik dari polsek/polres setempat - seperti yang saya alami ketika mengikuti proses seleksi komisioner Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi / KKR (2005) - yang bahkan diberhentikan sepihak oleh pemerintah.
Namun ada sedikit hambatan soal seleksi tahap awal proses administrasi yaitu rekomendasi dari 2 organisasi atau tokoh penggiat HAM. Apakah ini harus diikutkan di awal seleksi, dipenuhi setelah lulus semua proses tahapan atau dihilangkan saja sama sekali? Bobot penulisan makalah (seharusnya / disarankan ditulis di tempat test berlangsung dengan menggunakan desktop/laptop panitia untuk menjaga orisinalitas tulisan), psikotest dan wawancara termasuk program kerja calon komisioner akan jauh lebih signifikan. Kalau toh syarat rekomendasi tersebut harus dipenuhi di awal seleksi administratif, maka dengan terpaksa saya minta rekomendasi dari Tuhan saja...
Masukan Untuk KPK dan Komnas HAM
Terkait Konsep Profesi-Religi Saya
Apa hubungannya? Narsis? Tentu tidak.
Pendataan dan pemetaan (masalah) sangat dibutuhkan bagi semua instansi. Pada masa Reformasi Birokrasi, data merupakan hal mendasar yang sangat penting, pertama dan utama. Dengan data dengan aksesbilitas cepat-akurat-akurat akan sangat membantu perihal analisa, alternatif solusi hingga antisipasi pencegahan tidak pelanggaran HAM - apalagi diolengkapi dengan peta akan menjadi sangat ideal. Apalagi untuk catatan semacam ensiklopdi tahunan terhadap kegiatan yang telah dilakukan. Sebagian substansi dari konsep profesi saya bisa dimanfaatkan secara optimal.
Sedangkan untuk konsep religi saya, FAST-3i Commnunity adalah cita-cita ideal kemanusiaan yang erat kaitannya dengan HAM. Aplikasi yang sedang saya lakukan adalah menjalankan program Seribu Masjid Satu Jumlahnya (demikian pula untuk umat agama lain dengan tempat ibadahnya masing-masing). Program ini sangat strategis, efektif dan efisien jika da'wah melibatkan kegiatan upaya sosialisasi pemahaman kepada masyarakat tentang hakikat HAM hingga peran aktif untuk menjadi keharmonisan sesial terkait HAM.
Masukannya adalah sebagai berikut:
1. Umur komisioner jangan hanya di atas 35 tahun, namun batas atas tidak lebih 50 tahun misalnya;
2. Menguasai teknologi informasi;
3. Semua komnas berintegrasi-bersinergi dalam satu SEKBER (juga KPK dan Komnas HAM);
2. Ada perwakilan tiap provinsi untuk semua komnas (minimal sekretariat bersama / SEKBER);
3. Memetakan masalah yang sedang ditangani ke dalam real-map;
4. KPK perlu penerapan konsep profesi saya untuk tindak pencegahan korupsi bidang infrastruktur;
5. Peran Komnas HAM pada #4 tidak kalah penting karena termasuk pelanggaran HAM profesi;
6. Membuat buku tahunan semacam ensiklopedi (bidang infrastruktur spt Buku Visual Mapping);
Bukankah Inti Tulisan "Jadilah Manusia Merdeka!" ini Mengajak kepada Penghayatan Hakikat HAM...
=======================================================================
Tidak ada komentar:
Posting Komentar